Berita Utama,

HASIL DEBAT CAPRES KEDUA 17-02-2019

Selasa, Februari 19, 2019 Bambang Heda 0 Comments


Menurut JK : Jokowi lebih baik dari pada Prabowo

Debat Pilpres 2019 kedua telah selesai digelar di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu malam (17/2/2019). Dalam debat capres itu, Joko Widodo dan Prabowo Subianto saling beradu gagasan dan program terkait tema energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Wakil Presiden sekaligus Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Jusuf Kalla (JK) menyampaikan penilaiannya soal hasil debat capres kedua tersebut.

JK menilai Joko Widodo mampu tampil lebih unggul dari Prabowo dalam debat. Meski demikian, JK juga mengapresiasi kejujuran Prabowo di acara debat tersebut.

"Jadi tadi Pak Jokowi itu jelas dalam debat ini lebih menguasai masalah, lebih baik. Tetapi Pak Prabowo juga sangat jujur untuk menanggapi yang dia anggap baik," kata JK seperti dilansir Antara.

JK menyatakan hal itu usai menggelar nonton bareng debat capres kedua di rumah dinas wapres, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu malam.

JK berpendapat Jokowi mampu menunjukkan lebih unggul dari segi pengalaman dalam memimpin pemerintahan. Oleh karena itu, menurut JK, Jokowi terlihat lebih menguasai masalah terkait tema energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam dan lingkungan hidup.

"Pak Jokowi di sini, secara umum, lebih baik daripada Prabowo karena pengalaman, karena beliau menjawab dari pengalaman yang ada, dari apa yang telah dilaksanakan, sehingga lebih faktual," ujar JK.

Sedangkan Prabowo, kata JK, meski sudah tiga kali mengikuti debat capres juga tampil baik dan jujur dalam mengapresiasi keberhasilan program kerja pemerintahan Jokowi dalam empat tahun terakhir.

"Saya juga mau menghargai Pak Prabowo karena kejujurannya. Artinya kalau itu dianggap baik, dia akan puji Pak Jokowi. Termasuk yang terakhir tadi itu, pernyataannya itu jujur," ujar JK.

Meski Prabowo sempat melontarkan banyak kritik terhadap kinerja pemerintahan Jokowi, ia memang sempat mengapresiasi program yang sudah berjalan selama ini.

Misalnya, Prabowo mengakui pemerintahan Jokowi sudah berupaya mendorong penggunaan biofuel atau biodiesel sebagai pengganti bahan bakar fosil. “Kami bisa akui Pak Jokowi telah lakukan hal positif di bidang itu. Saya akui,” ujar Prabowo.

Debat capres kedua dipandu oleh 2 moderator: Tommy Cokro dan Anisha Dasuki. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjuk 8 panelis di debat kali ini. Mereka: Rektor ITS Surabaya Joni Hermana, Rektor IPB Arif Satria, Direktur Eksekutif WALHI Nur Hidayati dan Ahli Pertambangan IPB Irwandy Arif.

Empat panelis sisanya: pakar energi UGM Ahmad Agustiawan, pakar lingkungan hidup Undip Sudharto P Hadi, Sekjen KPA Dewi Kartika dan pakar hukum lingkungan hidup Unair Suparto Wijoyo.


Menurut Ekonom UI

Dua calon presiden (capres) Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto telah menjalani debat capres kedua yang membahas terkait energi, pangan, sumber daya alam (SDA), lingkungan hidup dan infrastruktur.
Pada debat capres kedua tersebut dinilai lebih baik ketimbang pertama lantaran terlihat dari jawaban yang diberikan masing-masing capres mengenai tema tersebut.

Ekonom Universitas Indonesia (UI), Ari Kuncoro menuturkan, dari debat kedua membahas energi, pangan, SDA, lingkungan hidup dan infrastruktur terlihat bagaimana solusi yang ditawarkan untuk membenahi masalah dan yang sudah dilakukan untuk membangun sektor energi, pangan, infrastruktur, SDA, dan lingkungan hidup oleh para capres.

"Kalau kita lihat pak Jokowi sebagai petahana sudah sangat jelas mempunyai rencana. Visi itu permulaan, kemudian rencana aksinya juga ada. Prabowo sebagai penantang masih tahap wacana. Dari segi keseluruhan pada debat kedua lebih baik dari pertama terutama Jokowi.

Ari mencontohkan, salah satunya mengenai industri 4.0. Ia menilai, ada perbedaan konsep di antara dua capres tersebut soal industri 4.0.

"Jokowi menuturkan, kalau revolusi industri 4.0 dapat digunakan petani untuk mengenalkan marketplace sehingga petani bisa tahu harga jual lebih baik ketimbang dijual kepada tengkulak. Sedangkan pak Prabowo bilang kalau harga di tingkat petani bisa membuat petani hidup," kata Ari yang juga Dekan FE UI ini.

Selain itu, dari pembangunan infrastruktur, Ari menilai Jokowi memberikan alasan membangun infrastruktur. Dengan pembangunan infrastruktur ini dapat mendukung aktivitas pertanian dan perekonomian.

"Infrastruktur, pangan, lingkungan hidup, dan energi ini ada keterkaitan. Jokowi membangun infrastruktur ada irigasi karena berhubungan dengan tanaman padi. Mau kirim barang lewat pasar pakai jalan, ini infrastruktur," ujar dia.

Lebih lanjut ia menuturkan,Jokowi juga memiliki jawaban bila ada kritikan yang diberikan kepadanya. Salah satu terkait pembangunan infrastruktur yang dilakukan tidak efisien dan sulit dibayar, serta dinilai grasa-grusu.

"Jokowi bilang harus cepat karena kita sudah ketinggalan dari Vietnam. Ini dikebut, dan sudah direncanakan lama dari zaman Mega, Gus Dur, dan sudah jalan. Pak Prabowo berikan alternatif tapi masih mengambang," ujar Ari.

Selain itu, menurut Ari, bila Indonesia tidak membangun infrastruktur dikhawatirkan Indonesia akan ketinggalan dari Kamboja dan Laos. Ditambah struktur tanah di Indonesia, Ari menilai berpengaruh terhadap biaya pembangunan infrastruktur di Indonesia sehingga mahal.

"Negara lain sudah cepat, kita harus balap. Kalau enggak ketinggalan dari Kamboja dan Laos," ujar dia.

Ari juga menyoroti soal kelola lahan. Selama ini, pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla (JK) memberikan sertifikat tanah kepada masyarakat. Pemberian sertifikat kepada petani juga memberikan akses untuk masuk ke sektor keuangan karena memiliki sertifikat.

"Sedangkan pak Prabowo bilang kalau tanah, bumi, air dan dikuasai negara, ini sesuai pasal 33 tapi kekayaan negara, dan tanah bagaimana dulu," ujar Ari.

Meski demikian, Ari menilai, Prabowo juga memiliki keunggulan dalam debat kedua capres tersebut. Salah satunya bagaimana mensejahterakan nelayan dengan mengadakan cold storage. "Itu tidak mengambang. Yang lain konsep masih wacana," kata Ari.

Sementara itu, Ekonom Indef, Bhima Yudhistira menyayangkan, debat capres kedua kemarin melewatkan isu-isu besar di sektor energi, pangan, dan lingkungan hidup. Bhima menilai, hal tersebut mulai dari mengatasi kelangkaan energi, bagaimana meningkatkan investasi dan produksi minyak dan gas (migas), serta pembangunan smelter.

Bhima menilai, kedua capres belum dapat memaparkan dan membahas isu dengan langkah konkret yang akan dilakukan untuk membenahi masalah di sektor energi, pangan, infrastruktur dan lingkungan hidup.
“Terlalu banyak retorika. Ada pakai data tetapi data salah seperti impor pangan. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan belum tajam, dan terlalu banyak retorika. Belum ada solusi konkret atasi deforestasi, kelangkaan energi, investasi migas, produksi migas, defisit migas, Freeport tidak dibahas, sumber daya alam berkaitan dengan smelter dan tata niaga tambang. Masalah besar secara subtansi tapi tidak keluar,” ujar Bhima.

Selain itu, Bhima juga menilai, pertanyaan dan jawaban dari masing-masing capres juga kurang sesuai yang diberikan. “Bagaimana maksudnya melindungi hutan dari serbuan sawit dan deforestasi ini dijawabnya soal B20 dan B100. Persiapan capres masih kurang,” kata dia.

Bhima juga menilai, salah satu capres juga ada masih terjebak dengan nostalgia dengan pembangunan infrastruktur yang sudah dikerjakan. Di sisi lain, menurut Bhima ada juga capres yang paparkan soal infrastruktur untuk rakyat tapi belum diberikan contoh.

“Penjelasan ekonomi digital juga masih kurang padahal 90 juta milenial mengharapkan program untuk mendukung,” kata dia.

Meski demikian, Bhima menilai, kedua capres ingin membangun ekonomi Indonesia lebih baik lagi. Akan tetapi memang konsep dan strategi yang digunakan berbeda."Debat dalam konstrukstif ingin bangun ekonomi lebih baik lagi dengan pendekatan yang berbeda," tutur dia.

Sebelumnya, Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menilai pembangunan infrastruktur yang dilakukan belum berdampak dengan pertumbuhan ekonomi.

"Hampir tak kelihatan dampak dari pertumbuhan ekonomi, infrastruktur tak efisien dengan proses yang tertib,” ujar Prabowo, dalam debat capres kedua soal energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam, dan lingkungan hidup, Minggu 17 Februari 2019.

Prabowo menuturkan, bila dibandingkan dengan indeks per kilometer antara lain jalan tol, LRT, kereta api yang dilaksanakan di Thailand, Malaysia itu dua kali lebih efisien dibandingkan di Indonesia.

"Ini fakta jadi saya pikir kita harus berpikir jernih dalam melihat infrastruktur itu menambah kekuatan ekonomi kita," kata dia.

Prabowo mengatakan, pembangunan infrastruktur yang dilakukan tanpa feasibility study (FS) yang benar. Proyek infrastruktur tidak efisien. "Bukan rakyat untuk infrastruktur, hanya jadi monumen. LRT di Palembang, lapangan terbang Kertajati," kata dia.

Calon Presiden nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) pun menanggapi hal tersebut. Pembangunan infrastruktur sudah direncanakan lama.

"Ada juga DED-nya, LRT Palembang dan MRT, LRT semua butuh waktu memindahkan, senang naik mobil sendiri, butuh 10 tahun-20 tahun, tidak mudah. Ini 4-6 bulan. Ini jalan tol sambung, bandara Bandung dipindahkan ke Kertajati," kata Jokowi.