Strategi Pemenangan Pilkada

Drama Strategi Pemenangan Pilkada

Senin, Maret 07, 2016 Visi Indonesia Proaktif 0 Comments

Pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung dan serentak di 269 daerah menjelang fase final yakni pemungatan suara (pencoblosan). Segala daya upaya moblisasi dukungan suara pemilih dilakukan oleh pasangan calon kepala daerah beserta tim pendukung. Strategi politik untuk mengapitalisasikan dukungan masyarakat dilakukan dengan memperhatikan keuntungan dan peluang politik.
Masa tenang menjelang pemungutan suara merupakan momentum krusial yang menentukan bagi pasangan calon kepala daerah untuk mengonsolidasikan basis dukungan politik yang paling riil. Kalkulasi tentang persebaran peta kekuatan dukungan politik komunitas pemilih menjadi target untuk diintervensi. Sangat mungkin intervensi berpeluang melanggar etika dan regulasi pemilukada, termasuk berpotensi menjadi praktik politik uang.
Strategi pemenangan Pilkada oleh pasangan calon bersama pendukungnya sangat erat kaitannya dengan yang dinamakan mengelola kepercayaan politik (the political trust) dan mencuri empati kolektif (collective enthusiasm). Mengelola kepercayaan politik dilakukan oleh pasangan calon kepala daerah yang telah memiliki afinitas dukungan politik dari komunitas pemilih tradisional serta komunitas pemilih yang memiliki kesamaan warna aliran politik.
Mengelola kepercayaan politik dilakukan sejak masa awal kampanye hingga detik-detik terakhir sebelum memasuki fase pencoblosan suara. Metode yang paling baik untuk menjaga kepercayaan politik adalah mengikat kontrak politik dan memberikan bantuan politik keuangan dalam periode tertentu untuk kepentingan komunitas calon pemilih. 

Sementara itu, strategi mencuri empati publik dilakukan para petarung kompetisi pilkada dengan mencoba menciptakaan pencitraan dan persepsi yang “heroistik", yang akan diterima komunitas pemilih yang berada di dalam ruang massa mengambang (the floating mass). Massa mengambang dalam pilkada biasanya belum menentukan pilihan pasti politik menjelang fase pencoblosan (pemungutan suara).

Pihak yang perlu dikaji dan menjadi target penambahan dukungan suara pemilih berasal dari kelompok yang belum menentukan pilihan politik, yakni kelompok pemilih ragu-ragu (the undecided voters). Kelompok ini berada dalam titik persimpangan antara menjadi golput atau memilih tanpa referensi. Kejelian membangun kepercayaan dan menarik empati mereka ditentukan sebagai strategi akhir yang jitu dan kontekstual. 

Di daerah yang standar pendidikan masyarakatnya rendah atau masih banyak masyarakat yang belum memiliki pengetahuan politik yang baik, strategi yang paling jitu—meski melanggar hukum dan etika demokrasi—adalah politik uang atau janji-janji bantuan anggaran. Politik uang biasanya dilakukan di waktu mendesak menjelang pilkada. Lazimnya, ini dikenal sebagai praktik serangan fajar, dengan memberikan amplop guna membeli suara pemilih.

Rendahkan Martabat
Sayangnya, praktik politik uang selama ini terkesan mengalami pembiaran dan seolah sudah menjadi kebiasaan yang justru dinanti-nanti masyarakat pemilih yang berwatak pragmatis. Padahal, politik uang sesungguhnya merendahkan martabat hak politik masyarakat pemilih. 

Adu strategi pemenangan pilkada saat menjelang pencoblosan (pemungutan suara) sangat menentukan kemenangan pasangan calon kepala daerah. Strategi tersebut menjadi kunci sukses memenangi dukungan suara masyarakat pemilih. Meskipun strategi akhir adalah akumulasi dari hasil strategi pada prapilkada dan masa kampanye, detik-detik akhir menjelang pemungutan suara sangatlah krusial.

Ada beberapa hal penting yang harus dilakukan pasangan kepala daerah untuk memastikan kemenangan politik dalam fase pemungutan suara adalah. Pertama, kristalisasi dan penyolidan jumlah (persentase) dukungan suara pemilih. Kader-kader pendukung pasangan calon kepala daerah harus menjaga sinyal dan amanah dukungan politik komunitas pemilih dengan membentengi dari praktik curang politik uang serta intimidasi politik dari kelompok kepentingan tertentu. 

Kedua, memperkuat kontrol dan pengawasan saat fase pencoblosan dan penghitungan suara. Caranya dengan mempersiapkan saksi-saksi yang kompeten dan loyal. Hal tersebut guna menghindari praktik kecurangan saat penghitungan suara, maupun ketika pemungutan suara.

Ketiga, menjaga citra positif dengan melakukan silaturahmi politik terakhir sebelum fase pencoblosan. Hal tersebut menunjukkan kehadiran dan atensi calon pemimpin daerah pada masyarakatnya. Kemasan kegiatan bukan kampanye, namun berbagai kegiatan yang semakin mendekatkan emosi psikologis antara masyarakat pemilih dan tokoh sang calon pemimpin. 

Kita menunggu hasil pilkada di berbagai daerah dengan harapan, pilkada berjalan damai dan taat asas demokrasi. Hingga akhirnya, pilkada dapat menghasilkan pemimpin yang unggul serta berkualitas.

Penulis adalah pegawai negeri sipil di Bapermas Magetan, Jawa Tengah.


Sumber : Sinar Harapan

0 Post a Comment: