Politik Daerah

Bupati Terpilih Tersandera?

Minggu, Maret 06, 2016 Visi Indonesia Proaktif 0 Comments

UU tentang Pilkada mengisyaratkan bahwa Bupati terpilih tak bisa memutasi birokrat dalam waktu enam bulan. Senada dengan itu keluar pula Surat Edaran (SE) MenPANRB nomor 2 tahun 2016 tentang Pergantian Pejbat pasca Pilkada.
Bagi Bupati terpilih daerah pemekaran tentunya kondisi ini sama saja dengan mengkebiri bahkan mengkudeta mareka sebagai kepala daerah pilihan rakyat. bagaimana tidak ditengah derasnya arus soal penatan birokrasi mareka harus menunggu hingga jangka waktu enam bulan. Sementara mareka dituntut untuk kerja dan kerja.
Sebagai contoh adalah di Bangka Selatan. Daerah yang dianugerahi Disclaimer oleh BPK dan Zona Merah. Bagaimana tidak dikategorikan daerah Zona Merah kalau semua pejabat eselon dua berasal dari birokrat berlatar belakang pengalaman sebagai guru di SD dan SMP.
Kepala BKD (sebelum jadi TSK) adalah sarjana pendidikan agama. Dispora adalah guru SMP. Demikian pula dengan Inspektorat dari birokrat berlatar belakang guru matematika SMP. Demikian dengan para asisten yang semuanya berasal dari guru.
Kalau dalih moratorium pergantian pejabat eselon 2 hanya karena soal balas budi kepada timses, maka tentunya kita punya PP 53 tahun 2010 tentang Displin PNS dan larangan serta sanksi bagi PNS yang terlibat politik praktis atau menjadi Timses.
Adalah sesuatu yang sangat riskan bila para Bupati terpilih harus membagikan jabatan kepada timsesnya dari birokrat. Sangat riskan. Apalagi selama memimpin para Bupati terpilih dituntut untuk berprestasi dan berjuang untuk masyarakatnya.
Pertanyaan kita sebagai masyarakat adalah apakah Mendagri, MenPANRB ingin mengorban semangat rakyat saat di TPS? Atau Mendagri, MenPANRB dan BKN ingin menyaksikan tak berjalan efektifnya pemerintah di daerah pemekaran bernama Bangka Selatan? Mari kita tanyakan kepada rumput yang bergoyang sebagaimanan dinasehatkan Ebiet G Ade. Salam Junjung Besaoh

0 Post a Comment: